Powered By Blogger

Home

Sunday, 25 August 2013

Mengintip Keindahan Bawah Laut Pantai Iboih Sabang

Pemandangan di Anoi Item Resort untuk melihat sunrise
 "Benarkah ini di Surga?" 

Pertanyaan itu akan muncul dibenak siapapun yang menginjakkan kaki di Pantai Iboih, Kota Sabang, Pulau Weh, Aceh. Pantai yang berada di ujung paling barat Indonesia ini benar-benar sempurna dan membuat siapapun ingin agar waktu terhenti.

Pantai Iboih terletak di Desa Iboih, Kecamatan Sukakarya, atau 23 kilometer dari Pusat Kota Sabang dan dapat ditempuh menggunakan taksi carteran selama 40 menit dari Pelabuhan Balohan. Pantai berpasir putih dengan air yang sangat jernih ini sangat cantik. Kontras dengan birunya langit dan hijaunya pepohonan di bibir pantai serta pemandangan Pulau Rubiah di seberangnya.

Bungalow-bungalow yang didesain berupa rumah panggung di atas tebing karang menjorok ke laut membuat wisatawan betah berlama-lama meski hanya sekedar bengong di depan kamar. Semilir angin laut yang tak begitu kencang dan debur ombak pantai layaknya harmoni alam yang menyejukkan hati dan pikiran.

Jangan terlena! masih ada surga dibalik surga Pantai Iboih. Surga yang lebih indah justru ada di bawah laut Pantai Iboih. Ya, tak sempurna bila berlibur ke Pantai Iboih tanpa mengintip indahnya kehidupan bawah laut di pantai ini. Ikan, terumbu karang, penyu, dapat dilihat hanya beberapa meter dari bibir pantai.

Wisatawan tentu tau cara mengintip surga di bawah laut yang terdapat sekitar 580 spesies ikan ini. Caranya dengan Snorkling dan diving. 

Bagi yang memiliki budget minim, mengintip bawah laut Pantai Iboh bisa dengan snorkling. Banyak yang menawarkan perlengkapan snorkling dengan harga yang terjangkau. 

Penyelam bersiap-siap untuk diving di Pantai Iboih Sabang
Untuk menyewa alat snorkling cukup merogoh kocek Rp40.000 per orang dan peralatan yang dapat digunakan yakni pelampung, masker snorkling dan fin atau kaki katak. Asyiknya, peralatan itu bisa dipakai seharian penuh.

Titik terumbu karang yang indah dan dapat dijangkau dengan snorkling hanya sekitar 5 meter dari bibir pantai Iboih hingga Pulau Rubiah yang berjarak 350 meter. Namun, bila hari beranjak petang disarankan tidak jauh ke tengah laut karena arus air laut mulai deras.

Tak perlu khawatir, jika arus mulai deras, snorkling tetap dapat dilakukan dengan menyusuri bibir pantai berkarang ke arah utara pantai. Terumbu karang berwarna-warni dengan ribuan ikan yang bergerak lincah di dalam jernihnya air bisa membuat lupa waktu.

Bila ingin menikmati alam bawah laut lebih leluasa, menyelam atau diving adalah pilihan yang tepat. Tarif untuk menyewa peralatan diving sekaligus didampingi oleh guide dipatok Rp400.000 per orang atau 25 Euro bagi turis asing. 

Tarif tersebut berlaku bagi wisatawan yang belum memiliki sertifikat diving dan harus mendapatkan kursus singkat selama 20 menit tentang cara-cara diving yang benar dan aman dari instruktur.
Seorang anak bule bermain ayunan di pantai iboih Sabang

Bagi wisatawan yang belum memiliki sertifikat diving, kedalaman maksimal yang dapat diselami hanya 10 meter dengan spot yang terbatas. Namun, penyelam pemula dipastikan akan puas menikmati indahnya terumbu karang selama 3 jam.

Sementara itu, wisatawan yang sudah bersertifikat diving dapat menikmati sekitar 20 spot diving yang memukau. Salah satu titik penyelaman yang bisa diselami adalah Titik Nol Kilometer atau yang biasa disebut Wall. Ini adalah dive spot yang sering jadi perbincangan di kalangan wisatawan.

Kemudian ada spot diving the Canyon terletak di sisi ujung Pantai Iboih. Hanya dapat diselami oleh penyelam bersertifikat. Di spot ini arus cukup deras. Namun, pemandangan bawah lautnya luar biasa tiada duanya di bawah kedalaman hingga 30 meter. 

The Garden, adalah salah satu spot diving favorit bagi pemula. Di sini layaknya di sebuah taman, ikan dan terumbu karang berwarna-warni. Arus di spot the Garden juga lebih bersahabat. Ikan-ikan di film Finding Nemo semua tampak ceria dan benar-benar seperti dalam dunia dongeng.

Seperti yang diungkapkan oleh warga setempat, "Santai Bang, ini Sabang..!!". Rasanya surga itu ada di Ujung Barat Indonesia. Yuk, ke Sabang?

Tuesday, 13 August 2013

Wisata Religi : Burma dan Ghuangzhou Ala Medan

Berbicara tentang Sumatra Utara, pasti langsung teringat suku Batak. Padahal, di Sumut terutama di Medan sebagai Ibukota provinsi bukan hanya etnis Batak lho, yang dominan justru etnis Melayu dan China.

Nah, kali ini saya bersama komunitas Medan Petualang mencoba mengeksplorasi wisata religi bagi agama Budha. Foto-foto ini rasanya seperti di Ghuangzhou China dan Burma atau Myanmar kan? Meskipun saya belum pernah pergi ke dua negara itu, tapi bisa dipastikan sangat mirip.

Padahal, foto-foto ini masih di Sumut. Tepatnya di Medan dan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo.

Pertama, Maha Vihara Maitreya. Vihara ini adalah salah satu vihara terbesar di Indonesia. Kawasannya yang indah, kolam ikan koi, dan taman burung membuat siapa saja betah berlama-lama di sana.

Maha Vihara Maitreya memiliki lahan seluas 4,5 hektar. Vihara ini dibangun pada tahun 1991, di dalam kompleks Perumahan Cemara Asri, Jl Boulevard Utara, Medan. Sesuai dengan namanya, Maitreya, Vihara ini memang sangat kental dengan ajaran Buddha Maitreya yang mengajarkan cinta kasih semesta.

Jika masuk ke bagian dalam, pengunjung bisa melihat interior sederhana yang menghiasi. Suasana yang tenang dan sunyi juga terasa di sana, menambah khusyuk peribadatan.

Bagi yang senang binatang, di vihara ada kolam ikan koi dan taman burung. Ikan koi yang cukup besar berenang dengan lincahnya di kolam, sisi sebelah kiri Vihara.

Di Taman Burung, pengunjung dapat melihat puluhan atau bahkan ratusan burung sedang asik beristirahat. Konon, burung-burung ini adalah burung migran yang berasal dari Eropa dan Australia, dan menjadikan taman burung sebagai tempat singgah sementara.

Maha Vihara Maitreya terdiri dari 3 gedung utama. Di gedung 1, ada Baktisala Umum yang merupakan tempat pemujaan Buddha Sakyamuni, Bodhisatva Avolokitesvara, Bodhisatva Satyakalama. Daya tampung ruangan ini cukup besar, yaitu 1.500 orang.

Taman Avolokitesvara yang berada di kanan gedung memiliki sarana permainan anak, cocok untuk Anda yang datang bersama buah hati. Auditorium dengan kapasitas 130 orang juga ada di sini. Tidak sampai di situ, restoran vegetarian dan toko souvenir juga berada di gedung ini.

Pindah ke gedung 2, ada area Baktisala Maitreya dengan daya tampung 2.500 orang dan terdapat juga Baktisala Patriat Suci. Lantai ini juga dilengkapi dengan aula serbaguna yang bisa dimanfaatkan untuk ruang makan khusus resepsi.

Lanjut ke gedung tiga, ada balai pertemuan dengan daya tampung 2.000 orang. Kesamaan tiap gedung di vihara ini adalah memiliki wisma. Khusus gedung 1, wismanya dilengkapi dengan ruang perkantoran, ruang rapat, studio rekaman, dan dapur umum. Di bagian luar, Anda bisa melihat genta kebahagiaan setinggi 3,3 meter dan berat 7 ton yang diukir dengan kalimat Dharma Hati Maitreya.

Kedua, Rumah Tjong A Fie. Ketika masuk ke Kawasan Kesawan, di sebelah kanan jalan, Anda akan melihat rumah tua yang bergaya China dan didepannya terdapat gapura sebagai pintu masuknya. Ya, itu adalah Rumah Tjong A Fie, seorang pengusaha China kaya yang dulu sangat berjasa membangun kota Medan.

Rumah Tjong A Fie kini dijadikan Museum yang didalamnya banyak terekam sejarah kota Medan dan cerita sukses Tjong A Fie beserta keluarganya.

Untuk masuk kedalamnya, dikenakan biaya Rp35.000 dan Anda akan dipandu oleh guide yang tahu benar sejarah rumah Tjong A Fie tersebut. Sangat direkomendasikan buat Anda yang ingin tahu penggalan sejarah Kota Medan dan menyukai barang barang vintage, karena didalamnya anda masih bisa melihat banyak perbotan rumah yang masih tersimpan.

Rumah Tjong A Fie terbagi dalam tiga bagian, yakni ruang inti yang berada di tengah, sayap kiri dan sayap kanan. Sayap kanan sampai kini masih digunakan oleh keluarga Tjong A Fie sehingga yang dibuka untuk umum adalah bangunan utama dan sayap kiri rumah. Total ada 35 ruangan di dalam banguan seluas 4.000 meter persegi itu.

Dulu rumah sayap kanan digunakan sebagai ruangan bagi pembantu-pembantu Tjong A Fie. Adapun ruang utama digunakan Tjong A Fie dan keluarganya

Ketiga, kami mengunjungi International Buddhist Center Taman Alam Lumbini Berastagi. Taman Alam Lumbini, Berastagi adalah kompleks taman alam yang didalamnya terdapat sebuah kuil Buddha yang sangat megah.

Kuil ataupun Pagoda ini merupakan replika dari Pagoda Shwedagon yang ada di Burma(Myanmar). Warnanya yang kuning keemasan membuat pagoda ini tampak berdiri kokoh dan megah diantara pepohonan yang rindang.

Selain bangunan pagoda yang mengah, komplek seluas sekitar 3 hetar ini juga terhampar taman yang indah dengan mengikuti kontur alam yang curam yang menambah pesona dan keunikannya.

Replika Pagoda Shwedagon di Taman Alam Lumbini, Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara ini merupakan replika tertinggi kedua yang pernah ada atara replika sejenis yang ada di luar Burma dan merupakan tertinggi di Indonesia sehingga meraih rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) dengan kategori Tertinggi di Indonesia dan merupakan rekor pertama yang tercatat di Indonesia.

Bukan itu saja, TAL ini juga meraih rekor MURI dalam kategori Puja Bakti/Pemberkahan yang dihadiri oleh Anggota Sangha terbanyak pada-saat peresmiannya 30-31 Oktober 2010 silam, dimana 1.250 anggota Sangha yang hadir, terdiri dari 100 orang bhikkhu dari Indonesia, 650 dari Birma (Myanmar), 400 dari Thailand, dan dari negara-negara lainnya (dikatakan dari 20 negara Bikkhu ikut dalam acara Puja Bakti).

International Buddhist Center Taman Alam Lumbini Berastagi terletak di Desa Tongkeh, Kec. Dolat Rakyat, Kab. Karo, Sumatra Utara. Berada di sekitar Lokasi Wisata Berastagi dan berjarak sekitar 50 Km dari Kota Medan.

Untuk memasuki TAL tidak dipungut biaya sepeserpun alias gratis. Hanya saja, pengunjung harus menghormati tempat peribadatan ini dengan melepas alas kaki dan mengenakan pakaian yang sopan. Di sekililing TAL, terdapat taman, villa, perkebunan strowberry dan lainnya.

Monday, 12 August 2013

Yuk! Liburan ke Kawah Putih Tinggi Raja


Berlibur, biasanya dimanfaatkan untuk mengunjungi tempat-tempat indah bersama keluarga sekaligus melepas kepenatan pekerjaan sehari-hari. 

Salah satu pilihan wisata petualangan yang aman bagi keluarga dengan mengunjungi kawasan wisata Kawah Putih Tinggi Raja di Sumatra Utara. Di Objek wisata cagar alam seluas 176 hektar terdapat Kawah Putih Tinggi Raja yang memiliki luas sekitar 4 hektare.

Bagai mutiara dalam lumpur. Itulah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan keindahan Kawah Putih Tinggi Raja. Keindahannya bisa disandingkan dengan Kawah Putih Ciwidey di Bandung dan Hot Spring Pamukkale di Turki.

Terletak di Desa Dolok Tinggi Raja Kecamatan Silau Kahean yang berada di ujung pelosok Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Berada di tengah-tengah kawasan hutan lindung, terdapat pesona bukit kapur seputih salju dengan danau air panas berwarna biru kehijauan.

Dipastikan siapa saja yang melihatnya, akan dibuat ternganga dan terbelalak. Kaget, kagum, terpesona, hingga tak percaya. Di sebuah tempat yang sangat terpencil ada surga yang terserak.

Kawah Putih Tinggi Raja memilki sumber air panas berasal dari bukit-bukit kecil di daerah tersebut. Air panas ini mengalir ke sungai Bah Balakbak yang berbatu dan berair jernih dan sejuk. Di sini pengunjung bisa mandi pada pertemuan air panas dan air dingin yang sangat nikmat sebagai hasil proses alam.

Sedikit orang yang tau terhadap tempat ini. Sekitar 3 tahun lalu, bukit kapur itu benar-benar seputih kapas atau salju. Terhampar luas kontras dengan langit yang berwarna biru dan pepohonan yang berwarna hijau. Namun, kini bukit kapur itu sudah mulai menghitam akibat reaksi oksigen di udara.

Penduduk setempat memiliki legenda tersendiri dalam proses terbentuknya bukit kapur dan Kawah Putih Tinggi Raja ini. 

Rudi Saragih, salah satu penduduk yang juga membuka warung kopi di sekitar lokasi wisata mengisahkan puluhan tahun silam penduduk Tinggi Raja menanam padi beramai-ramai. Setelah prosesi menanam padi itu selesai, masyarakat pun berpesta dan berdoa agar panennya kelak berhasil.

Pada saat yang sama, ada seorang nenek renta yang juga penduduk kampung itu tidak memiliki sanak keluarga. Dia tidak bisa lagi bertani seperti yang lain. Bahkan untuk hadir ke pesta tanam pun tidak bisa.

Kemudian pemimpin kampung itu meminta seorang pemuda lajang dan seorang anak kecil untuk mengantarkan makanan dari pesta. Namun, ditengah perjalanan pemuda dan anak kecil tadi memakan makanan titipan untuk sang nenek hingga tersisa tulang belulang.

"Akhirnya nenek itu marah, diambilnya tempurung kelapa dan dipukul-pukul menjadi sebuah irama, diambilnya seekor kucing dan kemudian ditarik-tarik sambil menari. Kucing itu disiksanya sampai akhirnya keluar air dari berbagai sisi karena murka sang nenek dan kucing itu," tuturnya.

Akhirnya penduduk berlarian ke kampung atas untuk menghidari air yang keluar di halaman-halaman rumah mereka. Hingga saat ini, kucing menjadi binatang yang dikeramatkan di Tinggi Raja.

Untuk menuju Kawah Putih Tinggi Raja, dibutuhkan waktu 3-5 jam melalui jalan berbatu. Jalanan yang penuh debu bila kemarau dan berubah menjadi kubangan lumpur saat hujan mengguyur. 

Rute yang ditempuh dari Medan bisa melalui Dolok Merangir-Tebing Tinggi-Dolok Masihul tepatnya di simpang Kerapuh. Kemudian bisa dilanjutkan melalui Silau Dunia-Negeri Dolok-Silau Kahean-Nagari Dolok MOrawa-Dolok Tinggi Raja.

Jika melalui rute tersebut, akan melewati jalanan yang rusak sejauh 25 Km dengan waktu tempuh 3-4 jam. Namun, bila melalui Kampung Marubun-Bangun Purba hanya akan melewati jalanan rusak sejauh 11 Km atau ditempuh dalam waktu 2 jam. Seru, Yuk berpetualang!