Indonesia layak menyandang paling sukses di Asia pada abad 21 ini. Ekonomi autopilot.
Jum'at, 22 Juli 2011, 00:29 WIB
Arinto Tri Wibowo, Sukirno, Fadila Fikriani Armadita
VIVAnews - Indikator ekonomi Indonesia menunjukkan tren membaik selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang diukur dari angka produk domestik bruto (PDB) juga memperlihatkan peningkatan.
Jika pada tahun 2000 PDB masih tercatat Rp1.340 triliun, lima tahun kemudian melonjak menjadi Rp2.296 triliun. Tahun ini, PDB bahkan sudah menyentuh Rp7.250 triliun.
Dalam ajang konferensi internasional tentang ekonomi Indonesia kemarin, --dengan mengacu indikator ekonomi itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meyakini Indonesia bisa mencapai kemajuan ekonomi dalam 15 tahun mendatang.
"Lima tahun ini tren ekonomi membaik dan ada progress nyata," kata Presiden Yudhoyono di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis 21 Juli 2011.
SBY pun membeberkan prestasi ekonomi Indonesia lainnya, seperti lonjakan pendapatan per kapita. Pada 2004, pendapatan per kapita baru mencapai US$1.186, sebelum meningkat menjadi US$3.500 tahun ini.
Cadangan devisa juga melesat hingga US$120 miliar, dibanding tahun 2000 yang baru US$36 miliar.
Keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir itu, menurut DBS Bank, layak menyandang predikat paling sukses di Asia Tenggara pada abad 21.
Managing Director of Economic Recovery and Research DBS Bank, David W Carbon, mengatakan, bagi investor asing yang berpengalaman, Indonesia dengan penduduk terbanyak keempat di dunia tentunya ideal sebagai tempat investasi.
"Indonesia memiliki siklus perkembangan ekonomi yang mudah diprediksi. Satu faktor yang tentunya menarik perhatian investor dunia," tuturnya.
Namun, faktor paling penting adalah Indonesia dianggap mampu mengatasi persoalan krisis keuangan global yang lebih baik dibanding negara-negara Asia lainnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur dari tingkat konsumsi, produksi industri, dan ekspor pun meningkat.
Bahkan, DBS menilai, perekonomian Indonesia masa depan diperkirakan sangat terbantu dengan karakter kelas menengah Indonesia yang memberikan kesempatan luas untuk berinvestasi.
”Mereka yang berkembang dengan cepat cenderung muncul dari negara-negara berpendapatan rendah,” kata David.
Pada kuartal pertama tahun ini, DBS mencatat Indonesia tumbuh signifikan. Pertumbuhan PDB mencapai 7,2 persen atau lebih baik dibanding kuartal IV-2010.
Persoalan kenaikan harga barang atau inflasi juga tidak menjadi masalah serius. Inflasi di Tanah Air telah turun dari 7 persen pada Januari 2011 menjadi 6 persen per Mei 2011.
Dengan berbagai indikator ekonomi itu, DBS optimistis Indonesia bisa mencapai perkembangan industri seperti dialami China. Dengan model pertumbuhan yang bisa mempekerjakan lebih banyak orang, kondisi itu bisa menghubungkan industri di Indonesia dengan dunia.
"Penting untuk mencermati apa yang dilakukan China. Namun, secara keseluruhan, Indonesia dan Asia kini sedang memimpin," katanya.
Bahkan, bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, pertumbuhan PDB Indonesia juga tergolong tinggi. Data DBS menyebutkan, pertumbuhan PDB Indonesia pada 2011 diperkirakan mencapai 6,4 persen.
Pertumbuhan PDB Indonesia itu mengalahkan Malaysia dengan proyeksi 5,5 persen, Filipina (4,8 persen), dan Thailand (5 persen). Indonesia hanya sedikit lebih rendah dibanding Vietnam dengan perkiraan pertumbuhan 6,5 persen dan Singapura 7 persen.
*****
Sementara itu, terkait lonjakan cadangan devisa yang menembus US$120 miliar, angka itu jauh melampaui persyaratan ekonom bila Indonesia ingin mencapai level investment grade.
Managing Director Head of Global Banking Citibank di Indonesia, Kunardy Lie, pernah menyebutkan, faktor yang paling penting agar Indonesia bisa segera mencapai investment grade adalah cadangan devisa harus dinaikkan minimal menjadi US$100 miliar.
"Itu adalah level psikologis yang akan membuat para investor merasa nyaman berinvestasi di Indonesia," kata Kunardy dalam wawancara khusus dengan VIVAnews.com, beberapa waktu lalu.
Namun, SBY mengakui, Indonesia masih memiliki permasalahan mendasar yaitu infrastruktur yang kurang di berbagai daerah. Selain itu, masih banyak sumbatan ekonomi dan kebijakan yang menghambat.
Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings, juga menilai masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah untuk bisa mencapai investment grade.
Fitch Ratings mengisyaratkan kenaikan peringkat Indonesia hanya bisa terjadi jika ada perbaikan signifikan di sektor infrastruktur dan terjaganya inflasi dalam 12-18 bulan mendatang. Fitch beberapa waktu lalu memberikan peringkat utang Indonesia pada level BB+.
Head of Asia Pacific Sovereign Ratings Fitch Ratings, Andrew Colquhoun, mengatakan, Indonesia selama ini menunjukkan pencapaian positif di bidang ekonomi, di antaranya pertumbuhan ekonomi tinggi serta apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sayangnya, untuk mencapai investment grade, Fitch menilai Indonesia masih menghadapi berbagai kendala yang bisa menjadi kelemahan.
Fitch melaporkan, kendala yang menghambat Indonesia itu berupa rendahnya pendapatan per kapita yang hanya US$3.500 per kapita. Pendapatan itu masih lebih rendah dibandingkan negara berpredikat BB yang sudah mencapai rata-rata US$5.400 per kapita dan negara berkualifikasi BBB sebesar US$7.700 per kapita.
Faktor penghambat lain yang ditemukan Fitch Ratings adalah minimnya dukungan infrastrukur serta tingkat korupsi yang membebani fundamental ekonomi Indonesia.
Meski demikian, DBS Bank menilai Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan yang menjanjikan tahun depan. Hasil riset DBS menunjukkan pertumbuhan Indonesia dapat mencapai 7 persen.
Optimisme ini juga berdasarkan data Bank Indonesia, bahwa investasi akan tumbuh 11 persen pada 2011. Investasi itu sebagian besar dianggarkan untuk modal proyek infrastruktur publik, yaitu proyek utama untuk mengakomodasi perkembangan sektor swasta di Indonesia.
Dalam riset DBS juga disebutkan Indonesia membutuhkan investasi asing yang lebih besar untuk mengatasi hambatan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Untuk itu Indonesia juga harus mengatasi masalah utama yaitu penyediaan infrastruktur untuk mendukung kegiatan ekonominya.
Pemerintah sendiri telah mempersiapkan 79 proyek pembangunan infrastruktur, yang terdiri 13 proyek siap ditenderkan, 21 proyek prioritas, dan 45 proyek potensial senilai US$53,4 miliar. Investor dapat berpartisipasi dengan skema Public-Private Partnership (PPP).
Tak hanya proyek itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan dalam lima tahun ke depan, akan dibangun jalan sepanjang 20.000 kilometer dan pembangkit listrik 15.000 megawatt (MW), bersamaan dengan pembangunan infrastruktur lain.
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment