Masjid
Raya Baiturrahman mencatat lembaran sejarah yang begitu melekat bagi masyarakat
Banda Aceh. Masjid yang berada tepat di jantung Kota Banda Aceh ini menjadi
tempat berlindung ribuan orang saat tsunami menyapu kota.
Masjir
Raya Baiturrahman dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada 1022 Hijriyah/1612
Masehi. Masjid ini kemudian terbakar habis pada saat agresi militer Belanda
kedua pada April 1873.
Empat
tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar
1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka
Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya
Baiturrahman yang telah terbakar itu.
Pernyataan
ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri
sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulkan bahwa pengaruh Masjid sangat besar
kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam.
Pada
tahun 1992, dilakukan pembangunan dengan penambahan dua kubah dan lima menara.
Selain itu, dilakukan perluasan halaman masjid sehingga total luas area masjid
saat ini menjadi 16.070 meter persegi.
Saat
gelombang tsunami setinggi 21 meter menghantam pesisir Banda Aceh pada 26
Desember 2004, masjid ini termasuk bangunan yang selamat, meskipun terjadi
kerusakan di beberapa bagian masjid.
Upaya
renovasi pasca-tsunami menelan dana sebesar Rp20 miliar. Dana tersebut berasal
dari bantuan dunia internasional, antara lain Saudi Charity Campaign. Proses
renovasi selesai pada 15 Januari 2008. Saat ini, Masjid Raya Baiturrahman
menjadi pusat pengembangan aktivitas keislaman bagi masyarakat Banda Aceh.
No comments:
Post a Comment