Powered By Blogger

Home

Thursday 5 May 2011

ACFTA Buat Sektor Pertanian Keteteran

Bagi negara maju, pasar Indonesia adalah incaran, bukan pasar negara ASEAN lainnya.
Rabu, 4 Mei 2011, 19:19 WIB
Syahid Latif

VIVAnews - Sejak mulai berlaku 1 Januari 2010, perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) di antaranya telah memicu sektor pertanian keteteran serbuan produk China yang lebih murah.

Perbedaan harga yang tinggi telah menyebabkan jutaan petani kehilangan pasar lokal, ketika produk nasional berhadapan dengan produk China.

Pengamat kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, Indonesia dan ASEAN hanya akan dijadikan pasar yang menjanjikan bagi China.

"Buat Jepang, Amerika, China, dan Uni Eropa, yang terpenting adalah pasar Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya, tinggalkan saja," kata Ichsanuddin dalam diskusi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) di kawasan Tebet, Jakarta, 4 April 2011.

Dengan ACFTA, dia menjelaskan, menyebabkan volume impor meningkat. Transaksi ekspor impor juga terus terjadi.

"Namun, jangan melihat apakah impor ekspor dari atau ke Amerika maupun China lebih tinggi. Tapi, harus juga dilihat apakah ASEAN mempunyai ketergantungan atau tidak terhadap barang modal," ujar dia.

Saat ini, Indonesia mengalami defisit impor dengan China akibat adanya penghapusan tarif dalam ACFTA. Namun, menurut Ichsanuddin, tidak hanya Indonesia yang mengalaminya, negara-negara lain di ASEAN juga mengalami hal yang sama.

"Pasti ada, karena pada saat yang sama anda harus melihat hulu-hilir dari barang modal itu. Semua negara yang sudah bergerak dalam negara-negara berkembang tidak akan mengubah industri hulu-hilirnya," lanjut dia.

Sebelumnya, akibat pemberlakuan ACFTA, dari sekitar 9.000 produk, hanya sekitar 200 produk yang mengalami masalah akibat dibukanya keran perdagangan antara ASEAN dan China itu.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pemerintah tak akan merenegosiasi perjanjian perdagangan secara bilateral dengan China, meskipun barang-barang asal Negeri Tirai Bambu membanjiri Indonesia. "Renegosiasi memakan waktu lama," kata dia. (art)

Laporan : Sukirno
• VIVAnews

No comments:

Post a Comment