Powered By Blogger

Home

Friday 8 July 2011

Importir Film Tak Boleh Punya Bioskop

Bioskop dapat hidup jika ada film impor yang bermutu dan disenangi masyarakat.
Kamis, 7 Juli 2011, 18:02 WIB
Antique, Sukirno


VIVAnews - Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyatakan, idealnya produsen film besar mempunyai kantor di Jakarta. Dengan adanya kantor itu, distribusi film ke sejumlah bioskop tidak akan dimonopoli importir yang memiliki bioskop.

"Hollywood boleh menunjuk satu orang importir. Tapi, importir itu nggak boleh punya bioskop di sini," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Kamis 7 Juli 2011.

Pemerintah, saat ini, lanjut Bambang, sudah menemukan solusi agar pengelola bioskop tidak terbebani tanpa melanggar undang-undang. "Nanti kami komunikasikan dulu sama player-nya," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah perlu memberikan penjelasan secara rinci kepada importir maupun eksportir film agar tidak merasa diberatkan dengan aturan yang diberlakukan pemerintah.

Jika dilihat dari beberapa contoh di negara lain, kata Bambang, sangat sulit membatasi film asing seperti standardisasi yang ada di negara-negara lain. Misalnya, China sangat membatasi film dari Amerika, hanya 20-30 film dalam satu tahun.

Sementara itu, Singapura, Bambang menjelaskan, hampir nol persen bea masuknya. Karena Singapura tidak ada film nasional yang perlu dikembangkan. Begitu pula Malaysia yang hampir tidak ada film nasionalnya.

Berbeda dengan Thailand. Kebijakan pembatasan film asing di negara itu cukup tinggi. Ini untuk mendorong perkembangan film nasional secara lebih serius.

"Karena itu, jadi sistemnya berbeda-beda. Kami akan buat aturan agar film nasional juga berkembang," kata Bambang.

Supaya film nasional bisa eksis, tambah Bambang, bioskop harus hidup. Sementara itu, bioskop dapat hidup jika ada film impor yang bermutu dan disenangi masyarakat. "Jadi, mereka komplementer," tuturnya.

Saat ini, Bambang melanjutkan, pemerintah sudah menyelesaikan aturan tentang bea masuk. Namun, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) masih terus digodok hingga saat ini. "Semua harus transparan dan fair," ungkapnya.

Peraturan bea masuk dan PPN yang baru, menurut Bambang, juga diberlakukan pada importir lama. Namun, hingga saat ini importir yang sudah diperbolehkan untuk impor belum juga melakukan impor. (art)
• VIVAnews

No comments:

Post a Comment