ILO mengadopsi seperangkat standar internasional untuk meningkatkan kondisi kerja PRT.
Sabtu, 18 Juni 2011, 05:15 WIB
Arry Anggadha, Sukirno
VIVAnews - Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) memutuskan sekitar 53 hingga 100 juta pekerja rumah tangga di dunia terlindungi di bawah standar perburuhan.
ILO mengadopsi seperangkat standar internasional historis yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kerja bagi puluhan juta pekerja rumah tangga di seluruh dunia. Hal ini diputuskan pada Konfrenesi Tahunan ke-100 ILO, Kamis, 16 Juni 2011 yang dihadiri oleh delegasi pemerintah, pekerja, dan pengusaha.
"Kami telah menggeser sistem standar ILO ke dalam ekonomi informal untuk pertama kalinya dan ini merupakan gebrakan yang luar biasa." Kata Direktur Jenderal ILO, Juan Somavia dalam keterangan pers yang diterima VIVAnews.com.
Delegasi konferensi mengadopsi konvensi mengenai pekerja rumah tangga (2011) melalui pemungutan suara dengan perbandingan 396 setuju, 16 menolak, dan 63 tidak memilih. Sementara itu, rekomendasi meraih 434 setuju, 8 menolak, dan 42 tidak memilih. ILO merupakan satu-satunya badan PBB yang bersifat tripartit, masing-masing 183 negara anggotanya diwakili dua delegasi pemerintah, satu pengusaha, dan satu pekerja, serta masing-masing memiliki kebebasan untuk memilih.
Dua standar tersebut akan menjadi Konvensi ke-189 dan Rekomendasi ke-201 yang diadopsi organisasi ini sejak didirikan pada 1919. Standar-standar ILO yang baru ini menetapkan bahwa pekerja rumah tangga di seluruh dunia yang bekerja dalam rumah tangga harus memiliki hak kerja mendasar yang sama dengan pekerja lainnya.
Hak tersebut yaitu jam kerja yang pantas, libur sedikitnya satu hari dalam seminggu, batasan dalam gaji, informasi yang jelas mengenai hak dan kewajiban kerja serta menerapkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja seperti kebebasan berserikat dan hak untuk melakukan perundingan bersama.
Berdasarkan kajian ILO dari survei atau konsensus nasional 117 negara menempatkan jumlah pekerja rumah tangga mencapai sedikitnya 53 juta. Namun, para pakar mengatakan jumlah tersebut dapat mencapai 100 juta pekerja di dunia, mengingat jenis pekerjaan ini acapkali tersembunyi dan tidak terdata.
Di negara-negara berkembang mereka mencapai 4 hingga 12 persen dari upah kerja. Sementara itu, sekitar 83 persen dari mereka adalah perempuan atau remaja putri serta kebanyakan merupakan pekerja migran.
"Membawa para pekerja rumah tangga ke dalam nilai-nilai kita merupakan sebuah gerakan besar, baik bagi mereka sendiri maupun bagi semua pekerja yang mendambakan pekerjaan yang layak. Namun, hal ini juga membawa implikasi besar dalam migrasi dan tentunya kesetaraan jender," ungkap Somavia.
Dalam konvensi ini mendefinisikan pekerja rumah tangga sebagai pekerja yang dilakukan di dan untuk satu rumah tangga atau lebih. Kendati perangkat-perangkat baru ini mencakup seluruh pekerja di dunia, perangkat-perangkat ini meliputi perangkat khusus yang melindungi para pekerja yang karena faktor usia muda atau kebangsaan atau status tinggal bersama dalam satu rumah menjadi lebih rentan terhadap kemungkinan risiko-risiko tambahan dibandingkan rekan kerja lainnya.
"Pekerja rumah tangga masih dinilai rendah dan tidak terlihat serta umumnya masih dilakukan para perempuan dan anak perempuan yang sebagian besar dari mereka merupakan pekerja migran atau anggota dari kelompok masyarakat rentan dan mereka pun rentan terhadap diskriminasi dalam hal kerja dan jabatan, serta bentuk pelanggaran HAM lainnya," tambahnya.
ILO menyatakan, konvensi baru ini akan berlaku apabila kedua negara telah meratifikasinya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif UN Women, Michelle Bachelet, dalam sambutannya di hadapan Komite Konferensi menyatakan bahwa defisit pekerjaan yang layak di antara pekerja rumah tangga tidak lagi dapat ditoleransi. Ia juga mengatakan UN Women akan mendukung proses ratifikasi dan penerapan instrumen baru ILO ini.
Beberapa peserta konferensi dari berbagai negara juga berkomentar mengenai keputusan ini. "Kami membutuhkan standar yang efektif dan mengikat untuk memberikan pekerjaan yang layak bagi para pekerja rumah tangga, sebuah kerangka kerja keras yang jelas untuk memandu pemerintah, pengusaha, dan pekerja," ujar Wakil Ketua dari Pekerja dari Singapura, Halimah Yacob.
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab bersama akan memberikan pekerja rumah tangga apa yang mereka butuhkan yaitu pengakuan sebagai pekerja dan rasa hormat serta martabat sebagai manusia.
"Kami semua sepakat pentingnya membawa pekerjaan rumah tangga ke dalam standar ketenagakerjaan dan merespons pada perhatian besar atas hak asasi manusia. Semua pengusaha sepakat bahwa ada peluang untuk melakukan hal yang lebih baik bagi para pekerja rumah tangga serta rumah tangga dan keluarga di mana mereka bekerja," ungkap Wakil Ketua Pengusaha dari Selandia Baru.
Sementara itu, Direktur Program Kondisi Kerja dan Ketenagakerjaan ILO, Manuela Tomei, menyatakan hal ini adalah pencapaian yang besar dengan menyebut standar-standar baru ini 'keras' tapi 'fleksibel'. "Pekerja rumah tangga bukanlah pelayan ataupun 'anggota keluarga, tapi pekerja. Dan setelah hari ini mereka tidak bisa dianggap lagi sebagai pekerja kelas dua." kata Tomei.
Ketua Komite sekaligus Delegasi Pemerintah Filipina, HL Cacdac, menyimpulkan "Dialog sosial sangat jelas tercermin dari hasil yang dicapai ini," ujarnya sekaligus menutup diskusi.
Pengadopsian standar-standar baru ini merupakan hasil dari keputusan yang diambil pada Maret 2008 oleh Badan Pengawas ILO untuk menempatkan instrumen ini dalam agenda konferensi. Pada 2010, konferensi melakukan diskusi pertama dan memutuskan untuk melanjutkan dengan perancangan Konvensi serta Rekomendasi yang telah diadopsi saat ini. (art)
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment